Selamat datang di blog kastrat, jangan lupa tinggalkan pesan anda..^^

Rabu, 05 Agustus 2009

Perspektif Perkembangan Pembangunan Perekonomian Indonesia Melalui Pendidikan Di Tengah Dinamika Peradaban Dunia Yang Melesat

Negara Indonesia adalah Negara yang terletak di posisi yang sangat strategis diapit oleh dua samudera dan dua benua. Letaknya di posisi khatulistiwa juga menguntungkan Indonesia sehingga kita tidak mengenal adanya musim dingin dan musim panas.

Curah hujan yang merata sepanjang tahun ditambah matahari yang menyinari tanah negeri ini membuat Indonesia sangat kaya. Kaya oleh keanekaragaman kekayaan alam, baik yang berada di darat maupun di dasar lautan ataupun yang berada di permukaan tanah dan di dalam perut bumi.

Kekayaan alam itu memicu beragamnya etnis dan budaya yang berkembang di seluruh penjuru Indonesia. Terintegrasi dan terasimilasi oleh perjalanan waktu, membuat kekayaan Indonesia semakin menjulang ke puncak, kekayaan itu bernama “perbedaan”.

Yang menjadi bahan perdebatan selanjutnya adalah, apakah benar perbedaan itu sebuah kekayaan? Pertanyaan yang membutuhkan analisis lebih mendalam adalah, apakah dengan kekayaan itu kita mampu mencapai kemakmuran? Konsep yang paling rumit adalah apakah perbedaan mampu mencapai kemakmuran? Sejauh ini jawaban yang dapat kita lihat adalah TIDAK.

Di dalam esai ini penulis ingin mengungkapkan beberapa hal menarik yang dapat dilakukan oleh orang yang memiliki power (baca: pemerintah) untuk mengubah kata terakhir dalam paragraf di atas sebelum ini menjadi YA. Bahkan, bila kita mau dan peduli, tanpa peran pemerintah pun, kita mampu mengubahnya.

Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai konsep perekonomian Indonesia, lebih baik kita membahas mengenai perdebatan antara Pendidikan dan Perekonomian, kedua hal tersebut yang telah menjadi isu sentral ditiap pemerintahan yang berkuasa sehubungan dengan amanat UUD 1945 yang mewajibkan pemerintah mengalokasikan 20% anggaran APBN untuk pendidikan namun hingga kini baru dua kali direalisasikan dalam 65 tahun sejarah kemerdekaan Indonesia.

Kita semua tahu bahwa pendidikan adalah suatu konsumsi sekaligus investasi. Ya, investasi. Bahkan orang yang buta ilmu ekonomi pun tahu pengertian investasi walaupun secara sederhana. Investasi adalah penundaan konsumsi saat ini agar dapat digunakan atau dirasakan manfaatnya di masa yang akan datang. Berarti, dengan investasi kita mengorbankan konsumsi kita saat ini, contoh: membuka deposito.

Konsumsi secara harafiah dan sederhana dapat diartikan sebagai pembelanjaan suatu individu atau kelompok dengan tujuan memenuhi kebutuhan (needs) sekaligus untuk memaksimalkan kepuasan (utility). Contohnya kita membeli beras (needs) agar kita dapat makan dan kenyang (maximal utility).
Pertanyaannya adalah, apakah dengan mengalokasikan uang untuk pendidikan, kita tidak melakukan konsumsi? Jawabannya TIDAK. Mengapa? Karena pendidikan sekarang adalah kebutuhan (needs) agar kita mampu mencapai segala yang kita inginkan (utility). Artinya pendidikan adalah sebuah konsumsi. Teori tersebut telah mengubah paradigma pendidikan menjadi sesuatu yang wajib bukan lagi sebuah pilihan.

Hal ini telah terbukti dengan kerelaan orang tua untuk berhutang kesana-kemari demi mensekolahkan anak-anaknya. Orang tua sadar betapa pentingnya pendidikan untuk masa depan yang lebih baik. Bagaimana dengan pemerintah?

Sebelum kita menjawab itu, kita lanjutnya analisis kita ke tahap yang lebih menggelitik. Seperti yang kita ketahui, bahwa untuk kebanyakan barang, investasi dan konsumsi adalah sesuatu yang saling trade-off seperti kita memilih membeli mobil dari pada menabung, berarti kita mendahulukan konsumsi dari pada investasi walaupun dalam beberapa kasus, mobil dapat dijadikan asset untuk melakukan sebuah usaha. Akan tetapi, di dalam kasus pendidikan, maka yang terjadi adalah, investasi dan konsumsi berjalan seiring.

Apakah pendidikan adalah investasi? Ya, tentu. Hampir seluruh Negara di dunia telah menyadari itu dan berlomba-lomba meningkatkan kualitas SDM dengan harapan bahwa SDM-SDM baru itu mampu memperbaiki Negara tersebut. Contoh terbaik adalah Jepang. Ingat, hasil dari sebuah investasi dapat berpuluh-puluh lipat dari modal yang kita tanamkan pada awalnya, sama seperti mengapa kita membeli rumah di lokasi strategis dan berharap harga rumah tersebut mampu membumbung tinggi dalam jangka waktu tertentu ke depan. Jadi mengapa pemerintah Indonesia sepertinya enggan untuk melakukan investasi di bidang pendidikan walaupun kita semua tahu manfaat dari sebuah investasi? Apalagi hal ini dibarengi dengan sebuah konsumsi yang artinya pemerintah melakukan sebuah kegiatan pemenuhan kebutuhan untuk mendapatkan profit (konsep profit dan utility adalah sama-penulis) maksimal dan juga melakukan sebuah bentuk investasi jangka panjang yang sangat baik.

Sudah saatnya kita menjadi thinker dan meninggalkan peran sebagai taker. Sudah saatnya kita memperkerjakan bukannya diperkerjakan.

Lalu apa hubungan pendidikan dengan konsep perbedaan yang penulis utarakan di halaman pertama? Pendidikan formal maupun non formal adalah sarana yang sangat luar biasa strategis untuk memberikan doktrin bahwa perbedaan adalah kekayaan. Kita boleh beda, tetapi kita sama. Kita satu. Kita Indonesia!
Apa yang terjadi saat ini adalah kita seolah-olah sengaja dibuat beda sejak berada di bangku sekolah. Contoh kecil saja: biaya masuk sekolah mahal, sehingga hanya orang kaya yang mampu bersekolah. Lalu, adanya senioritas yang membodohi pikiran siswa Indonesia. Masih adanya perpeloncoan merupakan bukti betapa “berbedanya” kita. Saya lebih tua, berarti saya berkuasa. Hal tolol yang akan terus terbawa hingga kita dewasa dan menjadi pemimpin negeri ini.

Hal tersebut dapat dihapus bila pemerataan pendidikan dapat dilaksanakan. Dan pemerataan pendidikan hanya dapat dilaksanakan bila pemerintah bergerak dan bertindak. Percayalah, 230 juta rakyat Indonesia akan mendukung dan 230 juta rakyat Indonesia dan bakal rakyat Indonesia di masa yang akan datang akan menuju kemakmuran!

Pendidikan mencakup segala hal yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi bangsa ini seperti kemiskinan, masalah gender, pengangguran, teknologi, energi, korupsi, narkoba, dan penegakan hukum. Semua itu tentu saja bermuara pada meningkatnya perekonomian Indonesia.
Pengangguran di Indonesia banyak karena kualitas lulusan yang buruk, kualitas lulusan yang buruk menunjukkan betapa buruknya pendidikan di Indonesia yang hanya mementingkan kuantitas sehingga kita (pemerintah) harus bertindak secepatnya.

Apabila pengangguran teratasi maka kemiskinan dapat dihilangkan dari bumi Indonesia. Orang-orang menjadi miskin karena menganggur dan tidak memiliki keahlian yang cukup untuk bisa bersaing. Pendidikan yang berbobot mampu membabat habis kendala tersebut.

Masalah gender juga teratasi, karena logikanya adalah, orang yang berpendidikan akan lebih menghormati lawan jenisnya, selain itu dengan keterbukaan kesempatan pendidikan, peran perempuan juga dapat ditingkatkan dan memenuhi quota 30% di DPR.

Kita berlanjut ke masalah energi. Seperti telah disinggung di atas, Negara kita adalah Negara dengan SDA yang sangat berlimpah dan sebagian dari SDA itu mampu memenuhi pasokan energi dalam negeri. Masalahnya sekarang adalah, kita tidak mampu mengembangkan teknologi yang memadai untuk memaksimalkan potensi yang ada. Solusi terbaik adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan sehingga lulusan-lulusan dari Indonesia mampu untuk mengeliminasi masalah krisis energi.

Korupsi dan penegakan hukum. Masalah terbesar yang dihadapi Indonesia. Korupsi dan penegakan hukum yang buruk seolah-olah telah menjadi kebiasaan di Indonesia. Tapi ingat, kebiasaan bisa diubah! Cara mengubahnya harus dilakukan sejak generasi muda Indonesia berada di bangku sekolah. Dan hal tersebut dapat dipenuhi dengan pendidikan yang berkualitas.

Narkoba. Kemiskinan dan kurangnya pengawasan menjadi pijakan awal berkembangnya bisnis haram ini. Kemiskinan sudah penulis jelaskan di atas, sedangkan untuk pengawasan, terutama untuk generasi muda, maka dapat ditutup dengan ditingkatkannya kesejahteraan guru sehingga guru berhenti untuk mencari objekan dan menelantarkan siswanya, selain itu peran orang tua juga harus digalakkan dan itu sejalan dengan program pendidikan yang seharusnya disediakan pemerintah.

Pada akhirnya, perekonomian Indonesia akan meningkat dengan sendirinya. Berkurangnya jumlah kriminalitas dan semakin stabilnya keadaan Indonesia membuat investor akan masuk. Inflasi juga dapat dikendalikan bila stabilitas nasional dapat tercipta. Terkikisnya birokrasi yang njelimet dan jam karet Indonesia akibat sistem pendidikan yang terintegrasi dengan landasan moral, agama dan ilmu akan mampu membangkitkan semangat nasionalisme sehingga seluruh perbedaan yang kita miliki adalah kekayaan. Kekayaan yang akan menuntun kita menuju kemakmuran. Tidak hanya kemakmuran dunia namun juga akhirat.

Pada akhirnya, Indonesia akan mampu melesat mengimbangi dinamika peradaban manusia yang terus berkembang. Indonesia tidak hanya akan menjadi penonton atau penjiplak tetapi kita akan menjadi aktor dan perancang kebijakan-kebijakan strategis dunia!

Kita bisa!

Kita mampu!

Kita bangkit!

Kita berubah!

Kalau tidak sekarang, apa kata dunia?



Oleh:
Harris Subhan Riparev
Mahasiswa FE Universitas Padjadjaran
*Staff Departemen Kajian Strategis BEM FE Unpad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar